Minggu, 11 Desember 2011

Makalah Cooverative Learning

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal. Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.
B.     Rumusan masalah

1.      Apa pengertian dari model pembelajaran Cooperative Learning ?
2.      Bagaimana penerapan model pembelajaran Cooperative Learning ?
3.      Apa tujuan dari model pembelajaran Cooperative Learning ?

C.    Batasan Masalah

1.      Pengertian dari model pembelajaran Cooperative Learning.
2.      Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning .
3.      Tujuan dari model pembelajaran Cooperative Learning.

BAB II
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW

A.    Pembelajaran Cooperative Learning

Cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, di mana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan.Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini.


Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase
Tingkah laku guru
Fase 1 :
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2:
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3 :
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4 :
Membimbning kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5 :
evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 :
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara – cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu kelompok.




B. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
C. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.


Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
·         Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

·         Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
·         Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
·         Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
·         Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
·         Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
  2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
  3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
  4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
  5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
  1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
  2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
  3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
  4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
  5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran Cooperative Learning terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.


DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Ekonomi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – model Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI.
Lynne Hill. 2008. Pembelajaran Yang Baik. Bulettin PGRI Kuningan (Edisi ke-23 / Juni 2008).
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
*)) Novi Emildadiany adalah mahasiswa tingkat IV pada Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Kuningan.


Sabtu, 10 Desember 2011

Mourinho: Kalah Tak Berarti Gagal

 Pelatih Real Madrid, Jose Mourinho, tidak mau ambil pusing atas kekalahan timnya 1-3 dari Barcelona dalam lanjutan La Liga tadi pagi, Minggu, 11 Desember 2011. Menurut dia, kalah bukan berarti gagal.

"Pada babak pertama kami berjalan dengan seimbang, tapi gol di babak kedua adalah keberuntungan murni dan itu tidak lebih. Ini bukanlah masalah bakat atau kegagalan," kata Mourinho seperti dilansir dari Yahoosports.

Mou--panggilalan Mourinho menegaskan, sebenarnya anak asuhnya mempunyai banyak peluang untuk bisa mencetak gol. Namun, sepanjang 90 menit peluang yang seharusnya bisa dikonversi menjadi gol terbuang sia-sia.

"Setelah unggul 1-0, kami seharusnya bisa unggul lagi 2-0. Sebab, Cristiano Ronaldo yang biasa menempatkan bola menjadi gol kali ini tidak," ujar Mou.

Atas kekalahan ini, takhta La Liga sementara ditempati oleh Barcelona yang lebih unggul selisih gol dibandingkan dengan Madrid. Kedua tim itu sebenarnya sama-sama mengoleksi 37 poin. Namun, Madrid masih menyimpan satu pertandingan dibandingkan Barcelona

Pekan depan, Madrid akan menghadapi Sevilla. Jika bisa memetik kemenangan, maka otomatis takhta La Liga akan kembali direbut dari tangan Barcelona.

"Jika kami menang di Sevilla (dalam pertandingan berikutnya kami), kami akan memiliki poin. Dan, saya pikir kekalahan atas Barcelona adalah hasil yang biasa dalam permainan sepakbola," tegas Mourinho.http://kanalbola.vivanews.com/news/read/271221-mourinho--kalah-tak-berarti-gagal

Pemain Madrid: Gol Fabregas Membunuh Kami



Sempat unggul terlebih dahulu lewat gol striker Karim Benzema, Real Madrid akhirnya harus mengakui ketangguhan Barcelona dalam duel El Clasico pagi tadi. Madrid akhirnya menyerah dengan skor 1-3.Kekalahan ini tentu saja sangat menyakitkan para pemain Madrid. Apalagi, Madrid kali ini bermain di kandang sendiri, Santiago Bernabeu. Harapan untuk mengantongi tiga poin harus sirna setelah para penggawa Pep Guardiola tampil cemerlang di markas rival abadinya tersebut."Kami telah memulai dengan baik di babak kedua, tapi gol kedua telah menyakiti kami dan gol ketiga telah membunuh kami. Sayang kami tidak bisa mempertahankan keunggulan 1-0 lebih lama," kata gelandang Xabi Alonso seperti dilansir dari Yahoosports.Madrid selaku tuan rumah sebenarnya sanggup unggul saat pertandingan baru berjalan 21 detik. Benzema memanfaatkan tendangan Mesut Ozil yang membentur Sergio Busquets. Melalui tendangan first time, striker internasional Prancis itu sukses menaklukan kiper Barca, Victor Valdes.Namun pada menit 30, Barcelona mampu menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Hasil imbang ini bertahan hingga turun minum. Tapi petaka justru terjadi di babak kedua, pada menit 53, tim tamu berbalik unggul lewat gol bunuh diri Marcelo. Barcelona kembali memperbesar kedudukan menjadi 3-1 pada menit 66 lewat gol Cesc Fabregas. Hasil inilah yang bertahan hingga menit akhir."Hari ini kami memang tidak senang dengan hasil ini, tapi kami masih bersaing di sini (La Liga). Ada banyak hal untuk memenangkan pertandingan dan kami akan terus bermain dengan mental juara," ujar Alonso."Meski kalah, kami harus tetap bergerak maju seperti yang kami lakukan biasanya karena kami masih dalam posisi yang istimewa," tegas Alonso. (ren)
sumber : vivanewsbola.com

Kamis, 08 Desember 2011

Ngapain Saja Wanita Di Kamar Mandi?

Kalau ngomongin wanita di kamar mandi, mungkin yang terbetik di benak Anda adalah mereka makhluk yang mandinya cukup lama. Di saat mandi, mereka juga terbiasa sambil menyanyi. Tidak jarang sebagian wanita dijuluki “penyanyi kamar mandi” gara-gara beraninya hanya berdendang di ruang tersebut.
mandi

Nah, soal wanita dan kamar mandi ini, Pantene punya surveynya. Ternyata wanita menggunakan kamar mandi tidak sekadar membersihkan tubuh. Banyak aktivitas lain yang dilakukan mereka di “bilik termenung” ini. Survey melibatkan responden wanita 18-49 tahun berjumlah seribu orang. Dikutip dari Media Indonesia, inilah hasil survey itu:
  • Kamar mandi jadi tempat paling cocok untuk mendapatkan inspirasi. Ini menurut 46 persen wanita.
  • Setengah atau 50 persen wanita menyatakan menghabiskan waktunya di ruangan ini untuk membersihkan kotoran di kamar mandi.
  • Ada 64 persen yang keramas setiap kali mandi.
  • Rata-rata wanita butuh seperempat jam untuk mandi. Ini diamini 73 persen wanita. Dan, waktu terlama untuk mandi adalah setengah jam.
  • Hampir seluruh wanita, atau 93 persennya, melakukan kegiatan rutin sewaktu mandi. Terdiri dari keramas, cukur bulu, membilas, dan menyabun badan.
  • Terkait penggunaan sampo, wanita yang suka berganti merek sampo ada 95 persen. Sedangkan, yang loyal dengan merek sampo dan kondisioner tertentu ada 68 persen.

Ranking Pemain Terbaik Champions League


Hampir sebulan lalu, kita sudah mengetahui siapa pemain terbaik Champions League sejak 20 tahun kompetisi ini bergulir. Ya, Zinedine Zidane orangnya. Eks gelandang internasional Prancis ini terkenal dengan gol spektakulernya ke gawang Bayer Leverkusen di final Liga Champions 2001/2002.
UEFA baru saja menyebutkan 50 pemain lain yang berada di bawah Zidane. Yang cukup mengejutkan,Lionel Messi berada di peringkat kedua. Padahal, Messi baru tampil di Liga Champion sejak musim 2005/2006 atau 6,5 musim.
Dalam kurun waktu itu, Messi sudah mengemas 43 gol dari 63 penampilan. Bahkan, dalam tiga musim terakhir, ia adalah pencetak gol terbanyak di Liga Champions.
Di bawah Messi, ada nama legenda AC Milan. Siapa lagi kalau bukan bek kiri handal, Paolo Maldini. Eks kapten Rossoneri dan timnas Italia ini, mengangkat trofi Liga Champions lima kali. Ini hasil dari delapan kali masuk final kompetisi tertinggi antar klub Eropa tersebut.
Yang lebih menarik, rival abadi Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, cuma duduk di peringkat 30. Apa boleh buat, kenyataannya memang demikian. Ronaldo memang begitu banyak memberikan kontribusi untuk Manchester United dan Real Madrid di kompetisi domestik. Namun, karena lebih sering disimpan atau tak terlalu cemerlang, CR7 harus menerima dirinya dilewati pemain-pemain lain.
CR7 tak perlu merasa cemas. Ada beberapa pemain besar lain yang mendapatkan peringkat lebih rendah. Misalnya, Lothar Matthaeus, libero andalan Bayern Muenchen yang duduk di posisi 47. Ronaldinho, salah satu playmaker terbaik sepanjang masa, juga cuma berada di peringkat 45. Sementara, Fernando Hierro, palang pintu Real Madrid, ada di posisi 41.
Daftar 51 pemain terbaik Champions League sendiri adalah sebagai berikut.
  1. Zinedine Zidane
  2. Leo Messi
  3. Paolo Maldini
  4. Xavi
  5. Raul
  6. Ryan Giggs
  7. Clarence Seedorf
  8. Luis Figo
  9. Samuel Eto’o
  10. Steven Gerrard
  11. Andres Iniesta
  12. Oliver Kahn
  13. Andriy Shevchenko
  14. Paul Scholes
  15. Javier Zanetti
  16. Alessandro Del Piero
  17. Iker Casillas
  18. David Beckham
  19. Thierry Henry
  20. Ronaldo
  21. Carles Puyol
  22. Edwin van der Sar
  23. Andrea Pirlo
  24. Didier Deschamps
  25. Alessandro Nesta
  26. Fernando Redondo
  27. Wayne Rooney
  28. Frank Rijkaard
  29. Kaka
  30. Cristiano Ronaldo
  31. Ruud van Nistelrooy
  32. Roberto Carlos
  33. Marcel Desailly
  34. Jari Litmanen
  35. Peter Schmeichel
  36. Filippo Inzaghi
  37. Dejan Savicevic
  38. Gaizka Mendieta
  39. Roy Keane
  40. Claude Makelele
  41. Fernando Hierro
  42. Edgar Davids
  43. Gianluigi Buffon
  44. Steffan Effenberg
  45. Ronaldinho
  46. Deco
  47. Lothar Matthaus
  48. Frank Lampard
  49. Fernando Morientes
  50. Paulo Sousa
  51. Fransiskus Yanto ( Ichin't Cot'z  )